Minggu, 06 November 2011

Alam Bertasbih: Negeri Tanpa Partai Politik

Alam Bertasbih: Negeri Tanpa Partai Politik

Sodaraku sebangsa setanah air, Bangsa ini dilahirken dari musyawarah dengan ditandai Soempah Pemoeda 28-10-1928, Kemudian Bangsa yang terwujud kemudian menyataken kemerdekaannya melalau momentuh Proklamasi Bangsa Indonesia 18-10-1945. Di dalam naskah Proklamasi disebutken bahwa Bangsa ini memerdekakan dirinya. Kemudiang Bangsa yang merdeka itu pula untuk melaksanakan tujuan dan cita-cita keberadaan Bangsa yang Merdeka, maka dibentuklah Pemerintahaan (Negara) yaitu dengan ditandainya:
1. Di syahkan UUD
2. Pelantikan Soekarno dan M. Hatta (Presiden dan Wakilnya)

Dalam menjalaknan mekanisme Pemerintahaan paska kemerdekaan Bangsa Indonesia Berjuang mempertahaankan Kedaulatn wilayah yang akan dijajah Belanda lagi. Adapun Partai Politik pra kemerdekaan ialah sebagai penggalang massa untuk menggebrak posisi pribugi agar mampu berkehendak sendiri. akan tetapi dalam kemerdekaan parpol tdk mempunyai manfaat apapun. Dalam perjalanannya Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka pada sila keempat disebutkan  BAHWA PERWAKILAN (mekanisme penyelengaraan pemilihan anggota2 badan perwakilan) DIDASARKAN PADA HIKMAT KEBIJAKSANAAN yang mampu membawa keputusan yang dilakukan secara MUSYAWARAH sehingga ampu membawa kesepakatan bulat dan utuh MUFAKAT. Dengan adanya lembaga Perwakilan yang dipilih melalui parpol dengan sistem votting (adu banyak-banyakan) tentu akan semakin membawa perseteruan terbuka maupun tertutup. hal ini membuat kesenjangan. Jikalau  ada pemilihan kisruh itu adalag efek dari mekanisme pemilihan yang tidak didasarkan pada HIKMAT KEBIJAKSANAAN!!!!


juni 13 2012 16:40 WIB



Oleh : Ir. Soekarno

SAUDARA-SAUDARAKU sekalian
Saya adalah orang islam, dan saya keluarga Negara Republik Indonesia. Sebagai orang islam, saya menyampaikan salami slam kepada saudara-saudara sekalian, “assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sebagai warga Republik Indonesia, saya menyampaikan kepada saudara-saudara sekalian, baik yang beragama islam, baik beragama Hindu-Bali, baik yang beragama lain, kepada saudara-saudara sekalian saya menyampaikan salam nasional “Merdeka”!
Tahukah saudara-saudara, arti perkataan “salam” sebagai bagian daripada perkataan assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu? Salam artinya damai, sejahtera. Jikalau kita menyebutkan assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, berarti damai dan sejahterahlah sampai kepadamu. Dan moga-moga rahmat dan berkat Allah jatuh kepadamu. Salam ber-arti damai, sejahtera. Maka oleh karena itu, saya minta ke-pada kita sekalian untuk merenungkan benar-benar akan arti perkataan “assalamu alaikum”.

Salam—damai—sejahtera!
Marilah kita bangsa Indonesia terutama sekalian yang beragama islam hidup damai dan sejahtera satu sama lain. Jangan kita bertengkar terlalu-lalu sampai membahayakan persatuan bangsa. Bahkan jangan kita sebagai gerombolan-gerombolan yang menyebutkan assalamu alaikum, akan tetapi membakar rumah-rumah rakyat.
Salam—damai—sejahtera! Rukun—bersatu! Terutama sekali dalam didalam revolusi nasional kita belum selesai ini.
Dan sebagai warganegara yang merdeka, saya tadi memekikkan pekik “Merdeka” bersama-sama dengan kamu. Kamu yang beragama islam, kamu yang beragama Kristen, kamu yang beragama Syiwa Buddha, Hindu-Bali atau agama lain. Pekik merdeka adalah pekik yang membuat rakyat Indonesia itu, walaupun jumlahnya 80 juta, menjadi bersatu tekad, memenuhi sumpahnya “sekali merdeka tetap merdeka”!
Pekik merdeka, saudara-saudara, adalah “pekik pengikat”. Dan bukan saja pekik pengikat, melainkan adalah cetusan daripada bangsa yang berkuasa sendiri, dengan tiada ikatan imprealisme—dengan tiada ikatan penjajahan sedikit pun. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, terutama sekali fase revolusi nasional kita sekarang ini, fase revolusi nasional belum selesai, jangan lupa kepada pekik merdeka! Tiap-tiap kali kita berjumpa satu sama lain, pekikkanlah pekik “merdeka”!
Tatkala aku mengadakan perjalanan ke tanah suci beberapa pekan yang lalu, aku telah diminta oleh khalayak Indonesia dikota Singapura untuk mengadakan amanat kepada mereka. Ketahuilah, bahwa di Singapura itu berpuluh-puluh ribu orang Indonesia berdiam. Mereka bergembira, bahwa Presiden Republiknya lewat Singapura. Mereka menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia itu dengan gegap-gempita, dan diminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk memberikan amanah kepadanya. Didalam amanah itu beberapa kali dipekikkan pekik “merdeka”.
Apa lacur? Sesudah bapak meneruskan perjalanan ke Bangkok ke Rangoon, ke New Delhi, Karachi, ke Bagdad, ke Mesir, ke Negara Saudi Arabia, sesudah bapak meninggalkan kota Singapura, geger….pers imprealisme Singapura, saudara-saudara. Mereka berkata: “Presiden Soekarno kurang ajar”. Presiden Soekarno menjalankan ill-behavior, katanya. ill-behavior itu artinya tidak tau kesopanan. Apa sebabnya pers imprealisme mengatakan bapak menjalankan ill-behavior, kurang ajar? Kata mereka, toh tahu Singapura ini bukan negeri merdeka? Toh tahu, bahwa disini masih didalam kekuasaan asing, kok memekikkan pekik “merdeka”?
Tatkala bapak kembali dari tanah suci, singgah lagi di Singapura, bapak dikeroyok oleh responden-responden dan wartawan-wartawan. Mereka menanyakan kepada bapak: “Tahukah PYM Presiden, bahwa tatkala PYM Presiden meninggalkan kota Singapura ddalam perjalanan ke Mesir dan tanah suci, PYM dituduh kurang ajar, kurang sopan, ill-behavior, oleh karena PYM memekikkan pekik merdeka dan mengajarkan kepada bangsa Indonesia disini memekikkan pekik merdeka? Apa jawab Paduka Yang Mulia atas tuduhan itu?”
Bapak menjawab: “jikalau orang Indonesia berjumpa dengan orang Indonesia, warganegara Republik Indonesia berjumpa dengan warganegara Republik Indonesia, pendek kata jikalau orang Indonesia bertemu dengan orang Indonesia selalu memekikkan pekik “merdeka”! Jangankan di sorga, didalam neraka pun”!
Nah…saudara-saudara dan anak-anakku sekalian, jangan lupa akan pekik merdeka itu. Gegap-gempitakan tiap-tiap kali pekik merdeka itu. Apalagi sebagai bapak katakan tadi dalam fase revolusi nasional kita yang belum selesai. Dus kuulangi lagi, sebagai manusia yang beragama islam, aku menyampaikan kepadamu salam “assalamu alaikum!” sebagai warganegara Republik Indonesia, aku menyampaikan kepadamu “merdeka!”
Saudara-saudara, aku pulang dari Bali—beristirahat beberapa hari disana—diminta oleh Kongres Rakyat Jawa Timur untuk pada inti malam memberikan sedikit ceramah, wejangan, amanah, terutama sekali mengenai hal “apa sebabnya negara Republik Indonesi berdasarkan kepada Pancasila? Dan memberikan penerangan tentang hal Panca Dharma.
Tadi, tatkala aku baru masuk gedung Gubernuran ini, hati kurang puas. Apa sebab? Terlalu jauh jarak rakyat dengan bung Karno. Maka oleh karena itulah saudara-saudaraku dan anak-anakku sekalian, maka bapak minta kepadamu pimpinan agar supaya saudara-saudara diberi izin lebih dekat. Sebab, saudara-saudara tahu isi hati bapak ini, isi hati Presiden, isi hati bung Karno, kalau jauh daripada rakyat rasanya seperti siksaan. Tetapi kalau dekat dengan rakyat, rasanya laksana Kokrosono turun dari pertapaannya.
Permintaan Kongres Rakyat untuk memberikan amanat kepada saudara-saudara, insya Allah saya kabulkan. Dan dengarkan benar, aku berpidato disini bukan sekedar sebagai Soekarno. Bukan sekedar sebagai bung Karno. Bukan sekedar sebagai pak Karno. Aku berpidato disini sebagai Presiden Republik Indonesia! Sebagai Presiden Republik Indonesia aku diminta memberi penjelasan tentang Pancasila. Apa sebabnya negara Republik Indonesia didasarkan atasa Pancasila?
Apa sebab? Tak lain dan tak bukan ialah oleh karena aku ini Presiden Republik Indonesia disumpah atas Undang-Undang dasar kita. Saya tadi berkata, bahwa saya memenuhi permintaan Kongres Rakyat Jawa Timur dengan penuh kesenangan hati, ialah oleh karena saya ini sebagai Presiden Republik disumpah atas dasar Undang-Undang dasar kita. Disumpah harus setia kepada Undang-Undang dasar kita. Didalam Undang-Undang dasar kita, dicantumkan satu mukadimah, kata pendahuluan. Dan didalam kata pendahuluan itu dengan tegas disebutkan Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan Indonesia yang bulat, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”. Malahan bukan satu kali ini Pancasila itu disebutkan didalam Undang-Undang dasar kita. Sejak kita didalam tahun 1945 telah berkemas-kemas untuk menjadi suatu bangsa yang merdeka, sejak itu kita telah mengalami empat kali naskah.
Sebelum kita mengadakan proklamasi 17 agustus, sudah ada naskah. Kemudian pada tanggal 17 agustus, satu naskah lagi. Kemudian tatkala RIS dibentuk, satu naskah lagi. Kemudian sesudah itu, tatkala kita kembali kepada zaman Republik Indonesia Kesatuan, satu naskah lagi. Empat kali naskah, saudara-saudara. Dan didalam keempat naskah itu dengan tegas disebutkan Pancasila.
Pertama, tatkala kita didalam zaman Jepang, kita telah berkemas-kemas didalam tahun 1945 itu untuk menjadi bangsa yang merdeka. Pada waktu itu telah disusunlah satu naskah yang dinamakan “Charter Jakarta”. Didalam Charter Jakarta ini telah disebutkan dengan tegas lima azas yang hendak kita pakai sebagai pegangan untuk negara yang akan datang. “Ketuhanan yang maha esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”.
Demikian pula tatkala kita telah memproklamirkan kemerdekaan kita pada tanggal 17 agustus 1945, dengan tegas pula keesokan harinya, saudara-saudara, kukatakan dengan Undang-Undang Dasar yang kita pakai ini. Yaitu undang-undang dasar yang kita rencanakan pada waktu zaman Jepang dibawah ancaman bayonet Jepang; kita rencanakan satu undang-undang dasar daripada negara Republik Indonesia yang kita proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945. Dan didalam Undang-Undang Dasar itu dengan tegas dikatakan Pancasila: “Ketuhanan yang maha esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial”.
Tatkala berhubung dengan jalannya politik, negara Republik Indonesia Serikat dibentuk (RIS), pada waktu itu dibentuklah Undang-Undang Dasar RIS. Dan didalam mukadimah Undang-Undang Dasar RIS ini disebutkan lagi dengan tegas Pancasila.
Kita tidak senang dengan federal-federalan. Segenap rakyat akan memprotes akan adanya susunan ini. Delapan bulan susunan federal ini. Delapan bulan susunan RIS berdiri, hancur lebur RIS, berdirilah negara Republik Indonesia Kesatuan. Dan Undang-Undang Dasar yang dipakai RIS ini diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara daripada negara Republik Indonesia Kesatuan. Tetapi tidak diubah isi mukadimah yang mengandung Pancasila.
Jadi, dengan tegas, saudara-saudara, jelas! Empat kali didalam sepuluh tahun ini kita melewati empat naskah. Tiap-tiap naskah menyebutkan Pancasila. Dan tatkala aku dengan karunia Alla SWT dinobatkan menjadi Presiden, aku disumpah. Dan isi sumpah itu antara lain setia kepada Undang-Undang Dasar. Maka oleh karena itulah, saudara-saudara, rasa sebagai kewajiban jikalau diminta oleh sesuatu golongan akan keterangan tentang Pancasila, memenuhi permintaan itu.
Dan pada ini malam dengan mengucap suka syukur kehadira Allah SWT, aku berdiri dihadapan saudara-saudara. Berhadap-hadapan muka dengan kaum buruh, dengan pegawai, rakyat jelata, Pihak Angkatan Laut Republik Indonesia dan pihak tentara, dengan pihak Mobrig, pihak polisi, pihak perintis, dengan pemuda, dengan pemudi, berdiri dihadapan saudara-saudara dan anak-anak sekalian, yang telah datang membanjiri lapangan yang besar ini laksana air hujan. Aku mengucap banyak terima kasih kepadamu. Dan insya Allah, saudara-saudara, aku akan terangkan kepadamu tentang apa sebab negara Republik Indonesia didasarkan Pancasila.
Saudara-saudara. Ada yang berkata Pancasila ini hanya sementara! Yah….jikalau diambil didalam arti itu, memang Pancasila adalah sementara. Tetapi bukan saja Pancasila adalah sementara, bahkan ketentuan didalam Undang-Undang Dasar kita, bahwa Sang Merah Putih bendera kita, itupun sementara! Segala Undang-Undang Dasar kita sekarang ini adalah sementara.
Tidakkah tadi telah kukatakan, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita pakai sekarang ini, malahan disebut Undang-Undang Dasar Sementara daripada negara Republik Indonesia? Apa sebab sementara? Yah…..oleh karena akhirnya nanti yang akan menentukan segala sesuatunya ialah konstituante.
Maka itu saudara-saudara, kita akan mengadakan pemilihan umum dua kali. Pertama, pada tanggal 29 september nanti, insya Allah, untuk memilih DPR. Kemudian pada tanggal 5 desember untuk memilih konstituante adalah Badan pembentuk Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar yang tetap. Konstituante adalah pembentuk konstitusi. Konstitusi berarti Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar tetap bagi negara Republik Indonesia, yang sampai sekarang ini segala-segalanya masih sementara.
Tetapi, saudara-saudara, jikalau ditanya kepadaku “Apa yang berisi kalbu bapak ini akan permohonan kepada Allah SWT? Terus terang aku berkata, jikalau saudara-saudara membelah dada bung Karno ini, permohonanku kepada Allah SWT ialah, saudara-saudara bisa membaca didalam dada bung Karno memohon kepada Allah SWT supaya negera Republik Indonesia tetap berdasarkan Pancasila.
Yah…benar, bahwa segal sesuatunya adalah sementara. Tetapi aku berkata, bahwa Sang Merah Putih adalah sementara, adalah bendera Republik Indonesia pun sementara. Dan jikalau nanti konstituante bersidang, insa Allah, Saudara-saudaraku, siang dan malam bapak memohon kepada Allah SWT agar supaya konstituante tetap menetapkan bendera Sang Merah sebagai bendera negara Indonesia.
Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Sang Merah Putih ii . jangan ada satu pihak yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia.
Tahukah saudara-saudara, bahwa warna Merah Putih ini bukan buatan Republik Indonesia? Bukan buatan kita dari zaman pergerakan nasional. Apalagi bukan buatan bung Karno, bukan buatan bung Hatta! Enam ribu tahun sudah kita mengenal akan warna Merah Putih ini. Bukan beribu tahun, bukan dua ribu tahun, bukan tiga ribu tahun, bukan empat ribu tahun, bukan enam ribu tahun! Enaaaam….ribu tahun kita telah mengenal warna Merah Putih!
Tatkala disini belum ada agama Kristen, belum ada agama Islam, belum ada agama Hindu, bangsa Indonesia telah mengagungkan warna Merah Putih. Pada waktu itu kita belum mengenal Tuhan dalam cara mengenal sebagai sekarang ini. Pada waktu itu yang kita sembah adalah matahari dan bulan. Pada waktu itu kita hanya mengira, bahwa yang memberi hidup itu matahari. Siang matahari, malam bulan. Matahari merah, bulan putih. Pada waktu itu kita telah mengagungkan warna Merah Putih.
Kemudian bertambah kecerdasan kita. Kita lebih dalam menyelami akan hidup di alam ini. Kita memperhatikan segala sesuatu didalam alam ini dan kita melihat. Oh, alam ini ada yang hidup bergerak, ada yang tidak bergerak. Ada manusia dan binatang, makhluk-makhluk yang bergerak. Ada tumbuh-tumbuhan yang tidak bisa bergerak. “manusia dan binatang itu darahnya merah. Tumbuh-tumbuhan darahnya putih”. Getih-getah. Cuma i diganti a. Dulu kita mengagungkan matahari dan bulan yang didalam alam Hindu dinamakan Surya Chandra. Kemudian kita mengagunkan getah-getih. Merah-Putih, saudara-saudara, itu adalah fase kedua.
Fase ketiga, manusia mengerti akan kejadian manusia. Mengerti, bahwa kejadian manusia ini adalah daripada perhubungan laki dan perempuan, perempuan dan laki. Orang mengerti perempuan adalah merah, laki adalah putih.
Dan itulah sebabnya maka tidak turun-temurun mengagungkan merah putih. Apa yang dinamakan “gula-kelapa”, mengagungkan bubur bang putih. Itulah sebabnya maka kita kemudian tatkala kita, mempunyai negara-negara setelah mempunyai kerajaan-kerajaan, memakai merah putih itu sebagai bendera negara. Tatkala kita mempunyai kerajaan Singosari, merah putih telah berkibar terus dirampas oleh imprealisme asing. Tetapi didalam dada kita tetap hidup kecintaan kepada merah putih.
Dan tatkala kita, mengadakan pergerakan nasional sejak tahun 1908, dengan lahirnya Budi Utomo dan diikuti oleh Serikat Islam, oleh NIP (National Indische Party), oleh ISDP oleh PKI, oleh Serikat Rakyat, oleh PPPK, oleh PBI, oleh Parindra, dan lain-lain, maka rakyat Indonesia tetap mencintai merah putih sebagai warna benderanya.
Dan tatkala kita pada tanggal 17 agustus 1945 memproklamirkan kemerdekaan itu, dengan resmi kita menyatakan sang merah putih adalah bendera kemerdekaan kita.
Itu semua jika dikatakan sementara, ya sementara ! sebab konstituante belum bersidang. konstituate mau mengubah warna ini?? lho, kok menurut haknya, boleh saja. Sebab konstituante itu adalah kekuasaan kita yang tertinggi. penyusun, pembentuk konstitusi. Jadi konstituante misalnya hendak menentukan warna bendera Negara Republik Indonesia bukan merah putih, yah mau dikatakan apa?
Tetapi bapak berkata, bapak memohon kepada allah swt agar supaya warna merah putih tetap menjadi warna bendera bendera republik Indonesia.
Kembali lagi kepada Indonesia. Jika dikatakan sementara, yaaa….sementara!
Lagi-lagi bapak berkata ini berkata, allah swt, allah swt. Dan bapak pun bersyukur kehadirat allah swt, bahwa cita-cita bapak yang sudah bertahun-tahun untuk haji dikabulkan oleh allah swt. Lagi-lagi, allah swt.
Saudara-saudara, jikalau aku meninggalkan dunia nanti, ini hanya tuhan mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang, jikalau ditanya oleh malaikat: hai….Soekarno, tatkala engkau hidup di dunia, engkau telah mengerjakan beberapa pekerjaan. Pekerjaan yang paling engkau cintai? Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi? Pekerjaan apa yang paling engkau ucapkan syukur kepada allah swt? moga-moga saudara-saudara aku bisa menjawab–ya…bisa menjawab demikian tau tidaknya itu tergantung dari pada allah swt: “tatkala aku hidup didunia ini, aku telah ikut membentuk negara republik Indonesia. Aku telah ikut membentuk satu wadah bagi masyarakat Indonesia”.
Sebagai sering kukatakan saudara-saudara, negara adalah wadah. Jikalau aku diberi karunia oleh allah swt mengerjakan pekerjaan satu ini saja, allahu akbar, aku akan berterima kasih setinggi langit. Yaitu untuk pekerjaan ini saja, ikut membentuk wadah. Wadahnya, wadahnya saja yang bernama negeri ini. Didalam wadah ini ada masyarakat. Wadah yang dinamakan negara ini adalah wadah untuk masyarakat.
Membentuk wadah adalah lebih mudah daripada membentuk masyarakat. Membentuk wadah adalah sebenarnya bisa dijalankan dalam satu hari—wadah yang bernama negeri itu.
Tidaklah, saudara-saudara, dari sejarah dunia kadang-kadang mendengar, bahwa oleh suatu konperensi kecil sekonyong-konyong diputuskan dibentuk negara ini, dibentuk negara itu. Misalnya, dahulu sesudah peperangan dunia yang pertama, tidakkah negara Cekoslowakia sekedar dengan coretan pena dari suatu konperensi kecil. Membentuk negara…., gampang! Dulu disini pernah dibentuk negara Indonesia Timur, negara Pasundan, hanya dengan dekrit Van Mook, saudara-saudara! Tetapi mencoba membentuk masyarakat, susah!.
Membentuk masyarakat, kita harus bekerja siang dan malam, bertahun-tahun, berpuluh-tahun, kadang-kadang berwindu-windu, berabad-abad. Masyarakat apapun tidak gampang dibentuknya. Itu meminta pekerjaan kita terus menerus. Baik masyarakat islam, maupun masyarakat kristen maupun sosialis. Bukan bisa dibentuk dengan satu dekrit saudara-saudara, dengan satu tulisan, dengan satu unjau nafas manusia. Membentuk masyarakat makan waktu!
Yah…, aku bermohon kepada tuhan, diperbolehkanlah hendaknya ikut membentuk masyarakat pula. Masyarakat di dalam wadah itu.
Tetapi aku telah bersyukur seribu syukur kepada tuhan, jikalau nanti aku bisa menjawab kepada malaikat itu, bahwa hidupku di dunia ini antara lain-lain ialah telah ikut membentuk wadah ini saja. Membentuk wadah yang bernama negara dan wadah ini buat suatu masyarakat yang besar. Walaupun rapat ini lebih daripada satu juta manusia saudara-saudara, wadah ini bukan kok cuma buat satu juta manusia itu saja. Tidak! wadah yang bernama negara, negara yang bernama republik Indonesia itu adalah wadah untuk masyarakat Indonesia yang 80 juta, dari sabang sampai marauke! Dan masyarakat Indonesia ini adalah beraneka ragam, beraneka adat-istiadat, beraneka suku. Bertahun-tahun aku ikut memikirkan ini. Nanti jikalau allah swt memberikan kemerdekaan kepada kita, dulu berpikiran demikianlah bapak, jikalau negara republik Indonesia telah berdiri, segenap rakyat Indonesia yang 80 juta. Negara harus didasarkan apa?
Tatkala aku masih berumur 25 tahun, aku telah memikirkan hal ini. Tatkala aku aktif didalam pergerakan, aku lebih-lebih lagi memikirkan hal ini. Tatkala dalam zaman Jepang, tetapi oleh karena tekad kita sendiri, usaha kita sendiri, pembantingan tulang sendiri, korbanan kita sendiri, tatkala fajar telah menyinsing, lebih-lebih kupikirkan lagi hal ini. Wadah ini hendaknya jangan retak. Wadah ini hendaknya utuh sekuat-sekuatnya. Wadah untuk segenap rakyat Indonesia, dari sabang sampai marauke yang beraneka agama, beraneka suku beraneka adat-istiadat.

Sekarang aku menjadi presiden republik Indonesia adalah karunia tuhan. Aku tidak menyesal, bahwa aku telah memfomulirkan pancasila. Apa sebabnya? barangkali lebih daripada siapa pun di Indonesia ini, aku mengetahui akan keanekaan bangsa Indonesia ini, aku mengetahui publik Indonesia aku berkesempatan sering-sering untuk melewat ke daerah-daerah. Sering-sering aku naik kapal udara. Malahan jikalau didalam kapal udara aku sering-sering, katakanlah, main gila dengan pilot. Pilot terbanglah tinggi, lalu akan tanya kepadanya:
“Saudara pilot, berapa tinggi ?”
“12.000 kaki paduka yang mulia”
“kurang tinggi, naikkan lagi”
“13.000 kaki”
“Hahaa…kurang tinggi bung!”
“14.000 kaki”
“kurang tinggi!”
“15.000 kaki”
“kurang tinggi”
“16.000 kaki”
“kurang tinggi”
“17.000 kaki”
“kurang tinggi”
“sudah tidak bisa lagi, paduka yang mulia. Kapal udara kita sudah mencapai plafon’.
Plafon itu ialah tempat yang setinggi-tingginya bagi kapal udara itu.
Aku terbang dari barat ke timur, dari timur ke barat. Dari utara ke selatan, dari selatan ke utara. Aku melihat tanah air kita. Allahu akbar, cantiknya bukan main! dan bukan saja cantik, sehingga benarlah apa yang diucapkan oleh Multatuli didalam kitab “Max Havelar”, bahwa Indonesia ini adalah demikian cantiknya, sehingga ia sebutkan “Indulinde de zich daar slingert om den evenaar als een gordel van smaragd”. Indonesia yang laksana ikat pinggang terbuat daripada zamrud berlilit-lilit sekeliling khatulistiwa! Indahnya demikian.
Ya…, memang saudara-saudara, jikalau engkau terbang 17.000 kaki diangkasa dan melihat kebawah, kelihatan betul-betul Indonesia ini adalaha sebagai ikat pinggang yang terbuat dari zamrud, melilit mengelilingi khatulistiwa, berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-ribu pulau saudara melihat. Dan tiap-tiap pulau itu berwarna-warna. Ada yang hijau kehijauan, ada yang kuning kekuningan. Indah permai tanah air kita ini, saudara-saudara. Lebih daripada 3.000 pulau, bahkan kalau dihitung dengan yang kecil-kecil, 10.000 pulau.


Terbanglah kapal udaraku datang di daerah Aceh. Rakyat Aceh menyambut kedatangan Presiden, rakayat beragama Islam. Terbang lagi kapal udaraku, turun di Siborong-borong darah Batak. Rakyat Batak menyambut dengan gegap-gempita kedatangan Republik Indonesia, agamanya Kristen.
Terbang lagi, Saudara-saudara, dekat Sibolga, agama Kristen. Terbang lagi ke Selatan ke Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan, agama Islam. Demikianlah pulau di Jawa, kebanyakan beragama Islam, disana Kristen, disini Kristen. Terang lagi kapal udaraku ke Banjarmasin, kebanyakan Islam. Tetapi di Banjarmasin itu aku bertemu utusan-utusan dari suku Dayak, Saudara-saudara. Malahan di Samarinda aku berjumpa dengan utusan-utusan, bahwa rakyat Dayak yang sembilan hari sembilan malam turun dari gunung-gunung untuk menjumpai Presiden Republik Indonesia. Mereka tidak beragama Islam, tetapi beragama agamanya sendiri.
Aku ber-ibu orang Bali. Idayu Nyoman Rai nama Ibuku. Malahan jikalau aku beristirahat di Tampaksiring, desa kecil di Bali, rakyat Bali menyebut aku, kecuali Bung Karno, Bapak Karno, menyebut aku, Ida Bagus Made Karno. Aku melihat masyarakat Bali yang dua juta manusia itu beragama Hindu-Bali. Di Singaraja ada masyarakat Islam sedikit. Di Denpasar ada masyarakat Islam sedikit. Terbanglagi kapal udaraku ke Sumbawa, Islam. Terbang kapal udaraku ke Flores, pulau dimana aku dulu di internir rakayat Flores kenal akan Bung Karno, Bung Karno kenal akan rakyat Flores, sebagian besar rakyat Flores itu beragama Roma Khatolik (Kristen). Terbang lagi kapal udaraku ke Timor, sebagian besar rakyatnya Kristen Protestan. Terbang lagi kapal udaraku ke Ambon, Kristen. Sekitar Ambon itu adalah masyarakat Kristren. Terbang lagi ke Utara ke Ternate, Islam di Ternate. Dari Ternate terbang ke Manado. Minahasa sekelilingnya Kristen, ke Selatan Makasar, Islam. Di Tengah Sukawesi, Toraja sebagian besar Kristen, sebagaian belum beragama.
Benar apa tidak perkataanku, Saudara-saudara, bahwa Bangsa Indonesia adalah beraneka agama? Demikian pula aku berkata, bahwa bangsa Indonesia ini beraneka adat-istiadat, beraneka suku pula. Beraneka suku, beraneka agama, beraneka adat-istiadat. Ini yang menjadi pikiran Bapak berpuluh-puluh tahun.
Sebelum kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, aku ingin bersama-sama dengan pejuang lain membentuk satu wadah. Wadah yang bernama Negara. Wadah untuk masyarakat, bagi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat!
Sebelum...kemerdekaan Indonesia...aku ingin bersama-sama...pejuang lain membentuk satu wadah...Negara...bagi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat! (Bung Karno)
Aku ingin membentuk satu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau menerima semua masyarakat Indonesia yang beraneka itu dan yang masyarakat Indonesia mau duduk pula di dalamnya, yang diterima oleh Saudara-saudara beragama Islam, yang beragama Kristen Katholik, yang beragama Kristen Protestan, yang beragama Hindu-Bali, dan oleh Saudara-saudara yang beragama lain, yang bisa diterima oleh Saudara-saudara yang adat-istiadatnya begitu, dan yang bias diterima oleh sekalian Saudara.
Aku tidak mencipta Pancasila, Saudara-saudara. Sebab sesuatu dasar Negara ciptaan tidak akan bertahan lama. Ini adalah suatu ajaran yang dari mula-mulanya kupegang teguh. Jikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu Negara, dasar untuk sesuatu wadah, jangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, jangan karang sendiri.
Selamilah sedalam-dalamnya lautan daripada sejarah! Gali sedalam-dalamnya bumi dari pada Sejarah!
Aku melihat masyarakat Indonesia, sejarah rakyat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara yang terbenam di dalamnya, yang tadinya lima mutiara itu cemerlang tetapi karena oleh penjajahan asing yang 350 tahun lamanya, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.
Aku oleh sekolah tingggi Universitas Gajah Mada di anugerahi titel Doctor Honoris (title Doctor Kehormatan) dalam ilmu jetatatnegaraan. Tatkala promotor Prof. Mr. Notonagoro mengucapkan pidatinya pada ucapan pemberian title Doctor Honoris Causa, pada waktu itu beliau berkata: “Saudara Soekarno kami menghadiakan kepada saudara title kehormatan Docotor Honoris Causa dalam ilmu ketatatanegaraan, oleh karena saudara pencipta Pancasila.”
Di dalam jawaban itu aku berkata: “Dengan terharu aku menerima title Doctor Honoris Causa yang dihadiakan kepadaku oleh Universitas Gajah mada, tetapi aku tolak dengan tegas ucapan Professor Notonagoro, bahwa aku adalah pencipta Pancasila.”
Aku bukan pencipta Pancasila. Pancasila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanaya menggali Pancasila daripada buminya bangsa Indonesia. Pancasila terbenam didalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya. Aku gali kembali dan aku persembahkan Pancasila ini diatas persada bangsa Indonesia kembali.
Tidaklah benar, Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia, sebenarnya telah mengenal akan Pancasila? Tidaklah benar kita dari dahulu mula telah mengenal Tuhan, hidup didalam alam ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah menguraikan ini panjang lebar. Bukan anggitan baru, bukan karangan baru. Tetapi sejak dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa pencipta kepada Ketuhanan. Yah.., kemudian Ketuhanan itu disempurnakan oleh agama-agama. Di sempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh Agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita adalah satu bangsa yang berketuhanan.
Demikian pula, tidaklah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup didalam alam kebangsaan? Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai.., Engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerjaaan Mataram yang memebuat candi-candi Prambanan, candi Brobuduru? Kerajaan mataram kedua di waktu itu dibawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusumo? Tahukah suadara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu, misalnya perkataan Metter di dalam bahasa Jerman, Ibu, Mother dalam bahasa Inggris, Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda, Ibu. Mater dalam bahasa Latin, Ibu. Mataram berarti Ibu.
Demikian kita cinta kepada Bangsa dan Tanah Air dari zaman dahulu mula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan Mataram.
Rasa kebangsaa, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mepunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?
Yaaah.., kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada.Sang Maha Patih Ihino Gajah mada. Benar, kita mempunya pemimpin besar itu. Benar, pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali, tidak akan makan kelapa jikalau belum segenap kepulauan indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar. Benar, kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin ini yang sebenarnya pencipta dari pada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak!
Pemimpin besar sekedar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanpun juga, bisa membentuk negara yang sebesar majapahit – ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang samapai ke Marauke, bahakan samapai ke daerah Philipina sekarang.
Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil, pemimpin gurem atau yang bagaimana, tetapi jikalau ada yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan Republik Indonesia.“ Tidak Benar!!! Jangan pun satu Soekarno, sepeuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakayat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!”
Kemerdekaaan adalah hasil dari segenap perjuangan rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, negara Republik Indonesia ini bukan milik satu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang samapai ke marauke! Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa Indonesia.
Aku melihat didalam daerah-daerah yang kukunjungi, dimana pun aku datang, aku melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam, tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen. Aku melihat Taman-taman Pahlawan dimana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 november tahun 1945 siapa yang berjuang d sini???
Segenap pemuda-pemudi, kyai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat, golongan atau suku.
Rasa kebangsaan kita sudah sejak dari zaman dahulu, demikian pula rasa prikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satusatunya bangsa di dalam sejarah dunia, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia. Aku tantang orang-orang ahli sejarah yang bisa membuktikan, bahwa bangsa Indonesia pernah menajjah kepada bangsa lain.
Apa sebab? Oleh karena bansa Indonesia diatas dasar perikemanusiaan sejak dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu kita sudah mengenal perikemanusiaan. Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itudengan agama-agama yang kemudian.
Di dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku adalah dia”, dia adalah aku”. Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi–perikemanusiaan.
Kemudian datanglah disini agama Islam, mengajarkan pada perikemanusiaan pula. Malah lebih sempurnah. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhukifayah, kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya, jikalau ada orang mati di kampungmu dan kalau orang mati itu tiada terkubur, siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan mendapatkan siksaan daripada dosa itu? Bukan sekedar kerabata famili daripada sang mati itu, Tidak! Segenap masyarakat disitu ikut bertanggung jawab.
Demikian pula dengan agama Kristen. Tidakkkah agama Kristen kita itu diajarkan: cinta kepada tuhan lebih dari pada segala sesuatu; dan cinta kepada manusia lebih daripada cinta kita sendiri: Hebs U naasten lief gelijk U zelve, God boven alles”. Jadi rasa kemanusiaan bukan barang baru bagi kita.
Demikian pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana api mencetus dan meledakan segenap rasa kebangsaan Indonesia? Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri diatas dasar kedaulatan rakayat. Engkau ikut berjuang! Dai dahulu malu kita gandrung kepada kedaulatan rakayat. Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat.
Bangsa Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakayat, hidup di dalam alam kedaulatan rakayat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula cita-cita keadilan sosial, bukan cita-cita baru bagi kita. Jangan kira, bahwa cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung hatta, atau komunis atau kaum serikat rakyat, kaum sosialis, Tidak
Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial, kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan—Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah belanda—semboyannya selalu “Ratu Adil”, Ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrungnya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mulu.
Maka oleh karen itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusiaan, maupun Kedaulatan rakayat, maupun Keadilan sosial, bukan aku yang menciptakan. aku sekedar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang harus berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suka, beraneka adat-istiadat.
Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai di dalam zamn Jepang, pertenghan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpina Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu di bicarakan hal-hal ini. Pertama, apakah negara akan datang itu harus berdasar satu falsafah ataukah yang akand atang itu harus berdasar pada satu falsafah ataukah tidak? Semua berkata “harus berdasarkan satu falsafah”. Harus memakai dasar. Sebab kita melihat di dalam sejarah dunia ini banyak sekali negara yang tidak berdasar, lantas berbuat jahat, oleh karena itu tidak mempunya ancer-ancer hidup bagi rakayatnya.
Kita melihat negara-negara yang besar, tetapi karena tidak mepunya ancer-ancer hidup, tidak mempunyaidasar hidup, dengan sedih kita melihat bahwa negara-negara itu berbuat sesuatu yang sebenarnya melanggar kedaulatan dan perikemanusiaan.
Di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu memutuskan akan memberi dasar kepada negara. Akhirnya saya. Mempersembahkan Pancasila. Dan syukur alhamdulillah sidang menerimanya. Dan tatakala kita memperoklamirkan ke merdekaan, kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dasar ini yang dipakai. Dan aku berkata, oleh karena dasar ini, segenap rakyat Indoensia dari Sabang sampai ke Merauke menyebutkan proklamsi itu dengan gegap-gempita. Disambut oleh kaum alim ulama, disambut oleh kaum buruh, disambut oleh kaum tani, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Aceh, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Flores, disambut saudara-saudara yang berdiam di Kalimantan, disambut saudara-saudara yang berdiam di Bali, disambut oleh segenap rakyat Indonesia.
Aku baru pulang dari Bali, tahukan penyambutan rakyat Bali itu yang beragama Hindu Bali itu terhadap kepada Proklamsi Kemerdekaaan Indoensia? Rakayat Bali hidup di dalam alam perjuangan yang hebat. Ada satu tempat kecil di Bali, namanya Tabanan, Yah.., kalau dibandingkan dengan disini Tabanan itu barangkali hanya sebesar.. waru, atau sebesar Tulangan, sebesar Prambon. Di Tabanan itu saja di dalam tahun 1951 diresmikan satu Taman pahlawan yang di dalam Taman Pahlawan itu 680 jenazah.
Demikian pula ditempat yang lain-lain. Memang, rakyat Bali ini menyambut Proklamasi dengan gegap-gempita. Agamanya adalah Hindu bali. Tetapi mereka menyambut Proklamasi ini ialah karena proklamsi ini di dasarkan kepada Pancasila. Pendek kata, tatkal usul saya kepada Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itu diterima oleh sidang dan kemudian dipakai sebagai dasar negara Republik Indonesia, tak putus-putus aku mengucapkan syukur kpeada Tuhan. Inilah dasar yang menjamin ketuhanan bangsa kita yang beraneka agama, beraneka adat-istiadat, beraneka suku.
Maka oleh karena itu, jikalau dikatakan Pancasila adalah smeentara? Ya.., Konstituante nanati yang akan menetukan. Tetapi aku memohon kepada Tuhan agar supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan pancasila.
Aku hidup gandrung dalam suasana persatuan. Aku masuk di dalam gelanggang perjuangan tatkala aku berumur 18 tahun. Dulu sebelum 18 tahun tidak boleh masuk partai politik. Umur 18 tahun aku kintil (ikut) Rama Tjokroaminoto ikut berjuang. Sejak daripada itu tetap aku gandrung pada persatuan, sekali lagi persatuan. Perkataan gandrung ini kelaur dari mulutku dari tahun 1918 sampai sekarang. 37 tahun lamanya aku gandrung persatuan. Memang.., aku gandrung persatuan. Oleh karena aku mengetahui, bahwa hanya persatuanlah yang bisa memerdekakan. Hanya persatuan bisa menetapkan kemerdekaan. Hanya persatuan inilah yang bisa membawa kita kepada cita-cita kita sekalian!
Di dalam Kongres Rakyat Indonesia kuanjurkan persatuan ini. Di dalam Kongres Partai nasional Indonesia di bandung, 10 bulan yang lalu, kuanjurkan persatuan ini. Olwh karena aku melihat gejala-gejala perpecahan makin lama makin meningkat, makin lama makin menampak. Bersatulah kembali Saudara-saudara, bersatulah rakyat, bersatu kembali di dalam persatuan nasional revolusioner yang sebulat-bulatnya. Sebab kita duduk di dalam alam revolusi nasional.
Kalau kita mengadakan persatuan yang bukan persatuan nasional revolusioner, kita tidak bisa menyelesaikan revolusi nasional kita itu. Aku hidup di dalam alam persatuan ini, aku gandrung kepada persatuan ini, maka oleh karena itulah, jikalau aku sekarang sebagai Presiden republik Indonesia berbicara dihadapan Saudara-saudara, resmi sebaga Presiden Republik Indoensia yang membentangkan kepada Saudara-saudara dasar negara, yang akan bersumapah diatasnya sebagai Presiden.
Di samping itu, aku bergembira hati, diberi kesempatan oleh Allah SWT sebagai warganegara biasa membicarakan hal dasar-dasar negara itu.
Di dalam pidato 17 agusutus 1955 aku menganjurkan kepada Panca Dharma. Apa inti dari Panca Dharma? Tak lain dan tak bukan ialah inti itu kelaur daripada jiwa Pancasila. Tidakkah Panca Dharma lima? Pertama, Persatuan. Kedua, yang merusak persatuan dan mengacau-ngacaukan keamanan ini harus kita lenyapkan. Nomor tiga, pembangunan, pembangunan, pembangunan! Keempat, Irian Barat . Kelima, Pemilihan Umum. Pemilhan Umum pada intinya adalah persatuan. Segenap bangsa Indonesia yang 80 juta ini, yang sudah dewasa 43 juta, diminta mengeluarkan suaranya dengan cara bebas, dalam alam suasana persaudaraan. Mari kita sekarang dengan tenang dalam suasana persaudaraan bangsa mengemukakkan suara kita. Jiwa daripada pemilihan umum adalah persatuan!
Pembangunan.., juga tidak bisa selesai zonder persatuan. Dapatkah engkau membangun ekonomi Indonesia tanpa persatuan? Tahukah engkau bahwa indonesia ini ekonomi yang sebenarnya satu unit, satu kesatuan yang besar, yang jikalau satu daerah dikeluarkan, kocar-kacir eknomi kita ini. Dan kita menyusun satu ekonmi yang bukan eknomi kolonial, eknomi imprealis, Tidak! Di dalam Undang-Undang dasar kita sebutkan dengan tegas bukan eknomi yang membikin gendut perutnya satu dua orang. Tetapi eknomi yang membikin sejahtera segenap rakayat. Inilah dasar, inti jiwa daripada Undang-Undang dasar kita, meskipun Undang-Undang Dasar yang dinamakan sementara.
Satu ekonomi nasional yang menjamin semua bangsa Indonesiam hidup sejahtera layak, makmur. Bukan ekonomi yang membikin gendut orang satu tetapi eknoomi sama rata sama rasa. Satu eknomi yang mengandung jaminan kehidupan yang baik buat semua, di alam suasana kesatuan dan persatuan. Pengacau keamanan bahwa itu memecah kepada persatuan merugikan kepada rakyat, perlukah masih ku-uraikan? Tidak!
Irian Barat. Sebab apa saudara-saudara menuntut Irian Barat? Mungkin saudara beragama Islam? Di sana rakyatnya bukan Islam, lho! Kenapa saudara menuntut Irian Barat supaya masuk di dalam wilayah Republik Indonesia? Saudara beragama Islama, mereka tidak bergama islam! Saudara akan menajwab: “Aku menuntut Irian barat kemabli ke dalam wilayah republik indoensia oleh karena Irian Barat adalah sebahagian daripada tanah air Indonesia, oleh karena suku Irian barat adalah sebagian daripada bangsa Indonesia seluruhnya.
Lho … kenapa saudara menuntut Irian Barat untuk kembali kepada kekuasaan Republik? Saudara akan menajab: “Aku menuntut Irian barat kembali ke wilayah kekuasaan Republik indonesia oleh karena bangsa kita adalah satu dari Sabang samapai ke Merauke”.
Jadi, dasarnya ialah persatuan bangsa. Makal oleh karena itu, aku sekali lagi menganjurkan kepada segenap rakyat Indoensia, terutama sekali di hadapan pemilihan umum ini, ingat kepada persatuan. Ingat kepada Persatuan! Bangsa Indonesia adalah selalu kukatakan bukan bangsa yang kecil, jumlahnya 80 juta. Lebih besar daripada bangsa yang lain-lainnya.

Aku telah, alhamdulillah, melawat ke Mesir, ke Arabia, ke India, ke Karachi, ke Pastian, ke Sailan, ke Rangoon, dan sebagainya. Kecuali ke eropa dan Amerika, aku melihat bangsa kita potensinya hebat-hebat. Tidak ada satu tanaha air daripada suatu bangsa yang lebih hebat daripada tanaha air Indonesia.
Tidak ada suatu bangsa yang lebih – seragam, sebenarnya jikalau mau—dari pada bangsa Indoensia. Tidak ada satu tanah air yang lebih indah daripada bangsa Indonesia. Jumlahnya pun tidak sedikit, 80 juta. Lebih daripada bangsa yang lain!

Yaah, kita kalah dengan Amerika Sekrikat jumlah bangsa kita ini. Kalah dengan USSR (Soviet Uni) jumlahnya bangsa kita ini. Kalah dengan Tiongkok jumlah bangsa kita. Kalah dengan India jumlah angsa kita. Tetapi disamping yang empat ini, Saudara-saudara, tidak ada lagi yang mengalahkan kita. Ada yang memadai kita jumlah rakyatnya yaitu Jepang, tetapi yang lain-lain, semuanya kurang daripada kita.
Mesir yang bapak tempo hari kunjungi dan yang Bapak melihat semangatnya meluap-luap, berapa jumlah mereka? Mereka yang Bapak melihat mereka membangun. Membuat dam-dam yng besar, membuat jalan-jalan yang besar. Jumlha mereka berapa? Yang mereka membangun pula tentara, tentara yang hebat. Yang mereka membangun Angkatan Udara yang aku melihat pesawat-pesawat udara yang terbang di angkasa, Saudara-saudara. Berapa jumlah rakyat Saudi Arabia? 60 juta, kita 80 juta!
Aku datang di Bangkok, disambut oleh PM Phibul Songgram. Tahukah engkau rakyat Thailand jumlahnya? 20 juta, kita 80 juta. Kita bangsa yang 80 juta bukan bangsa yang kecil, kalau kita bersatu kataku berkali-kali, jikalau kita 80 juta bersatu padu di dalam kesatuan nasional revolusioner, tidak ada satu cita-cita yang tidak terlaksana oleh kita.
Sekian sajalah, amanat Bapak.
*) Pidato di Surabaya, 24 September 1955.