MEMBANGUN DUNIA KEMBALI
(TO BUILD THE WORLD A NEW)
Bagian II
Apa yang belum
ditentukan, hanyalah betapa akrab dan selaras suatu kerjasama dihari depan
dengan Perancis seharusnya. Kerjasama yang sangat akrab dan sangat selaras
tidak akan sukar dicapai, bahkan pada taraf sekarang ini, meskipun barangkali
ia akan bertambah sukar dicapainya dengan terus berlangsungnya perjuangan itu.
Maka, adakanlah
suatu plebisit di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Aljazair untuk
menentukan kehendak rakyat akan betapa akrab dan selaras hubungan-hubungan itu
seharusnya. Plebesit itu hendaknya jangan mengenai soal kemerdekaan.
Kemerdekaan itu sudah ditentukan dengan darah dan air mata dan pastilah akan
berdiri suatu Aljazair yang merdeka.
Plebesit seperti
yang saya sarankan, jika diselenggarakan dalam waktu singkat, akan merupakan
jaminan yang terbaik bahwa antara Aljazair merdeka dan Perancis akan terdapat
suatu kerjasama yang akrab dan baik untuk keuntungan bersama. Sekali lagi saya
berbicara berdasarkan pengalaman. Indonesia tadinya tida kmengandung niat untuk
merusak hubungan-hubungan yang erat dan selaras dengan Belanda. Akan tetapi,
rupa-rupanya bahkan dewasa ini, seperti generasi-generasi yang sudah-sudah,
pemerintah bangsa itu berpegang teguh pada "memberi terlalu sedikit dan
meminta terlampau banyak". Baru ketika hal itu tak tertahankan lagi,
hubungan-hubungan tersebut diputuskan.
Ijinkanlah saya
beralih kemasalah yang lebih luas tentang perang dan damai didunia kita ini.
Yang pasti adalah bahwa negara-negara yang baru lahir dan yang dilahirkan
kembali tidak merupakan ancaman terhadap perdamaian dunia. Kami tidak mempunyai
ambisi-ambisi teritorial; kamipun tidak mempunyai tujuan-tujuan ekonomi yang
tidak bisa disesuaikan.
Ancaman terhap
perdamaian tidak datang dari kami, tetapi malahan dari fihak negara-negara yang
lebih tua, yang telah lama berdiri dan stabil itu.
O, ya,
dinegara-negara kami terdapat pergolakan. Sebenarnya, pergolakan itu
seakan-akan merupakan suatu fungsi dari jangka waktu pertama daripada
kemerdekaan. Apakah itu mengherankan? Coba, marilah saya ambil contoh dari
sejarah Amerika. Dalam satu generasi harus dialami Perang Kemerdekaan dan
Perang Saudara antara Negara-Negara Bagian. Selanjutnya dalam generasi itu juga
harus dialami timbulnya perserikatan-perserikatan buruh yang militant, - masa
dari Internasional Workers of the World (I.W.W.), "Wobblies". Harus
pula dialami hijrah ke Barat. Harus pula dialami Revolusi Industri dan, ya,
bahkan masa "pedagang-pedagang aktentas". Harus pula diderita akibat
orang-orang á la Benedict Arnold. Dan seperti sering saya katakan, kami
desakkan banyak revolusi dalam satu revolusi dan banyak generasi dalam satu
generasi.
Maka herankah
Tuan-tuan jika terdapat pergolakan pada kami? Bagi kami hal itu adalah biasa
dan kami telah menjadi biasa untuk menunggang angin pusar. Saya mengerti benar
bahwa untuk orang luaran hal ini seringkali tampak seperti gambaran kekacauan
dan kerusuhan dan rebut-merebut kekuasaan. Bagaimanapun juga pergolakan itu
adalah merupakan urusan kami sendiri dan tidak merupakan suatu ancaman bagi
siapapun, meskipun hal itu sering memberi kesempatan-kesempatan untuk
mencampuri urusan kami.
Meskipun demikian,
kepentingan-kepentingan yang bertentangan dari Negara-Negara Besar adalah soal
lain: Dalam hal ini masalah-masalah dikaburkan oleh ancaman-ancaman dengan
bom-bom hidrogin dan oleh diulang-ulanginya slogan-slogan lama yang telah
usang.
Kami tak dapat
mengabaikannya karena masalah-masalah itu mengancam kami. Toh; terlalu sering
masalah-masalah tersebut nampak seakan-akan tidak sungguh. Dengan terus terang
dan tanpa ragu-ragu hendak saya katakan kepada Tuan-tuan bahwa kami menempatkan
hari-depan kami sendiri jauh di atas percekcokan-percekcokan di Eropah.
Ya, kami banyak
belajar dari Eropah dan Amerika. Kami telah mempelajari sejarah Tuan-tuan dan
penghidupan orang-orang besar dari bangsa tuan. Kami telah mengikuti contoh
dari Tuan-tuan, bahkan kami telah berusaha melebihi Tuan-tuan. Kami berbicara
dalam bahasa-bahasa Tuan-tuan dan membaca buku-buku tuan-tuan. Kami telah
diilhami oleh Lincoln dan Lenin, oleh Cromwell dan Garibaldi. Dan memang masih
banyak yang harus kami pelajari dari Tuan-tuan dibanyak bidang. Tetapi pada
dewasa ini bidang-bidang yang kami harus pelajari lebih banyak lagi dari
Tuan-tuan, adalah bidang teknik dan ilmiah, dan bukan faham-faham atau gerakan
yang didiktekan oleh ideologi.
Di Asia dan Afrika
pada dewasa ini masih hidup, masih berpikir, masih bertindak, mereka yang
memimpin bangsanya kearah kemerdekaan, mereka yang mengembangkan teori-teori
ekonomi yang agung dan membebaskan, mereka yang telah menumbangkan kelaliman,
mereka yang mempersatukan bangsanya dan mereka yang menaklukkan perpecahan
bangsanya.
Oleh karena itu dan
memang selayaknya, kami dari Asia-Afrika saling mendekati untuk memperoleh
bimbingan dan inspirasi dan kami mencari pada diri sendiri pengalaman dan
kebijaksanaan yang telah terhimpun pada bangsa-bangsa kami.
Apakah Tuan-tuan
tidak berpendapat bahwa Asia dan Afrika mungkin mempunyai suatu amanat dan
suatu cara untuk seluruh dunia?
Ahli filsafah
Inggeris Bertrand Russell yang ulung itulah yang pemah berkata bahwa ummat
manusia sekarang terbagi dalam dua golongan. Yang satu menganut ajaran
Declaration of American Independece dari Thomas Jefferson.
Golongan lainnya
menganut ajaran Manifesto Komunis.
Maafkan, Lord
Russell, akan tetapi saya kira tuan melupakan sesuatu. Saya kira Tuan melupakan
adanya lebih dari pada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin
pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis
ataupun Declaration of Independence. Camkanlah, kami mengagumi kedua ajaran
itu, dan kami telah banyak belajar dari keduanya itu dan kami telah diilhami,
oleh keduanya itu.
Siapakah yang tidak
akan dapat ilham dari kata-kata dan semangat Declaration of Independence itu!
"Kami menganggap kebenaran-kebenaran ini sebagai suatu, yang tak dapat
disangkal lagi : bahwa manusia diciptakan dengan hak-hak yang sama, bahwa
mereka diberikan oleh AI Chalik hak-hak tertentu yang tak dapat diganggu-gugat,
dan bahwa diantara hak-hak itu terdapat hak untuk hidup, hak kemerdekaan dan
hak mengejar kebahagiaan". Siapakah yang terlibat dalam perjuangan untuk
kehidupan dan kemerdekaan nasional; tak akan diilhami! Dan sekali lagi,
siapakah diantara kita, yang berjuang menegakkan suatu masyarakat, yang adil
dan makmur diatas puing-puing kolonialisme, tak akan diilhami oleh bayangan
kerjasarna dan perkembangan ekonomi yang dicetuskan oleh Marx dan Engels!
Sekarang telah terjadi
suatu konfrontasi diantara kedua pandangan itu, dan konfrontasi itu
membahayakan, tidak hanya untuk mereka yang berhadapan tetapi juga untuk bagian
dunia lainnya.
Saya tidak dapat
berbicara atas nama negara-negara Asia dan Afrika lainnya ? saya tidak diberi
kuasa untuk itu, dan bagaiamanapun juga mereka sendiri cakap untuk mengemukakan
pandangannya masing?masing. Akan tetapi saya diberi kuasa ? bahkan ditugaskan ?
untuk berbicara atas nama bangsa saya yang berjumlah sembilan puluh dua juta
itu.
Sepeirti saya
katakan; kami telah membaca dan mernpelajari kedua dokumen yang pokok itu: Dari
masing-masing dokumen itu banyak yang telah kami ambil dan kami buang apa yang
tak berguna bagi kami, kami yang hidup dibenua Iain dan beberapa generasi
kemudian. Kami telah mensintesekan apa yang kami perlukan dari kedua dokumen
itu, dan ditinjau dari pengalaman serta dari pengetahuan kami sendiri, sintese
itu telah kami saring dan kami sesuaikan.
Jadi, dengan minta
maaf kepada Lord RusselI yang saya hormati sekali, dunia ini tidaklah
seluruhnya terbagi dalam dua fihak seperti dikiranya.
Meskipun kami telah
mengambil sarinya, dan meskipun kami telah mencoba mensintesekan kedua dokumen
yang peting itu; kami tidak dipimpin oleh keduanya itu saja. Kami tidak mengikuti
konsepsi liberal ataupun konsepsi komunis. Apa gunanya? Dari pengalaman kami
sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang
jauh lebih sesuai, sesuatu yang jauh lebih cocok.
Arus sejarah
memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan sesuatu konsepsi dan
cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu
menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu ada dalam bahaya. Sejarah Indonesia
kami sendiri memperlihatkannya dengan jelas, dan demikian pula halnya dengan
sejarah seluruh dunia.
"Sesuatu"
itu kami namakan "Panca Sila". Ya, "Panca Sila" atau Lima
Sendi Negara kami. Lima Sendi itu tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto
Komunis ataupun Declaration of Independence. Memang, gagasan-gagasan dan
cita?cita itu, mungkin sudah ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam
bangsa karni. Dan memang tidak mengherankan bahwa faham-faham mengenai kekuatan
yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu
tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa, sebelum
imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional.
Jadi berbicara
tentang Panca Sila dihadapan Tuan-tuan, saya mengemukakan intisari dari
peradaban kami selama dua ribu tahun.
Apakah Lima Sendi
itu? la sangat sederhana : pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Nasionalisme,
ketiga Internasionalisme, ke-empat Demokrasi dan kelima Keadilan Sosial,
Perkenankanlah saya
sakarang menguraikan sekedarnya tentang kelima pokok itu.
Pertama : Ketuhanan
Yang Maha Esa. Bangsa saya meliputi orang-orang yang menganut berbagai macam
agama. Ada yang Islam, ada yang Kristen ada yang Budha dan ada yang tidak
menganut sesuatu agama. Meskipun demikian untuk delapan puluh lima persen dari
sembilan puluh dua juta rakyat kami, bangsa Indonesia terdiri dari para
pengikut Islam. Berpangkal pada kenyataan ini, dan mengingat akan berbeda-beda
tetapi bersatunya bangsa kami, kami menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
yang paling utama dalam filsafah hidup kami. Bahkan mereka yang tidak percaya
kepada Tuhanpun, karena toleransinya yang menjadi pembawaan, mengakui bahwa
kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa merupakan karakteristik dari bangsanya,
sehingga mereka menerima Sila pertama ini.
Kemudian sebagai
nomor dua ialah Nasionalisme. Kekuatan yang membakar dari nasionalisme dan
hasrat akan kemerdekaan mempertahankan hidup kami dan memberi kekuatan kepada
kami sepanjang kegelapan penjajahan yang lama, dan selama berkobarnya pejuangan
kemerdekaan. Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala
didada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami! Akan tetapi
nasionalisme kami sekali-kali bukanlah Chauvinisme. Kami sekali-kali tidak
menganggap diri kami lebih unggul dari bangsa-bangsa lain.
Kami sekali-kali
tidak pula berusaha untuk memaksakan kehendak kami kepada bangsa-bangsa lain.
Saya mengetahui benar-benar bahwa istilah "nasionalisme" dicurigai,
bahkan tidak dïpercayai di negara-negara Barat. Hal ini disebabkan karena Barat
telah memperkosa dan memutar balikan nasionalisme. Padahal nasionalisme yang
sejati masih tetap berkobar-kobar di negara-negara Barat. Jika tidak demikian,
rnaka Barat tidak akan menantang dengan senjata chauvinisme Hitler yang
agresif.
Tidakkah
nasionalisme ? sebutlah jika mau, patriotisme - mempertahankan kelangsungan
hidup semua bangsa? Siapa yang berani menyangkal bangsa, yang melahirkan dia?
Siapa yang berani berpaling dari bangsa, yang menjadikan dia? Nasionalisme
adalah mesin besar yang menggerakkan dan mengawasi semua kegiatan internasional
kita; nasionalisme adalah sumber besar dan inspirasi agung dari kemerdekaan.
Nasionalisme kami di
Asia dan Afrika tidaklah sama dengan yang terdapat pada sistem Negara-negara
Barat. Di Barat, nasionalisme berkembang sebagai kekuatan yang agresif yang
mencari ekspansi serta keuntungan bagi ekonomi nasionalnya. Nasionalisme di
Barat adalah kakek dari imperialisme, yang bapaknya adalah Kapitalisme. Di Asia
dan Afrika dan saya kira juga di Amerrka Latin, nasionalisme adalah gerakan
pembebasan, suatu gerakan protes terhadap imperialisme dan kolonialisme, dan
suatu jawaban terhadap penindasan nasionalisme-chauvinis yang bersumber di
Eropah. Nasionalisme
Asia dan Afrika serta Nasionalisme Amerika Latin tidak dapat ditinjau tanpa
memperhatikan inti sosialnya.
Di Indonesia kami
menganggap inti sosial itu sebagai pendorong untuk mencapai keadilan dan
kemakmuran. Bukankah itu tujuan yang baik yang dapat diterima oleh semua orang?
Saya tidak berbicara hanya tentang kami sendiri di Indonesia, juga tidak hanya
tentang Saudara-saudara saya di Asia dan Afrika serta Amerika Latin. Saya
berbicara tentang seluruh dunia. Masyarakat adil dan makmur dapat merupakan
cita-cita dan tujuan semua orang.
Mahatma Gandhi
pernah berkata: "Saya seorang nasionalis, akan tetapi nasionalisme saya
adalah perikemanusiaan". Kamipun berkata demikian. Kami nasionalis, kami
cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa. Kami nasionalis karena kami
percaya bahwa bangsa-bangsa adalah sangat penting bagi dunia dimasa sekarang
ini, dan kami tetap demikian, sejauh mata dapat memandang kemasa depan. Karena
kami nasionalis, maka kami mendukung dan menganjurkan nasionalisme dimana saja
kami jumpainya.
Sila ketiga kami
adalah Internasionalisme. Antara Nasionalisme dan Internasionalisme tidak ada
perselisihan atau pertentangan. Memang benar, bahwa internasionalisme tidak
akan dapat tumbuh dan berkembang selain diatas tanah yang subur dari
nasionalisme. Bukankah Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa itu merupakan bukti
yang nyata dari hal ini? Dahulu ada Liga Bangsa-Bangsa. Kini ada Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Nama-nama itu sendiri menunjukan bahwa bangsa-bangsa mengingini
dan membutuhkan suatu badan internasional, dimana setiap bangsa mempunyai
kedudukan yang sederajat. Internasionalisme sama sekali bukan kosmopolitanisme,
yang merupakan penyangkalan terhadap nasionalisme, yang anti-nasional dan
memang bertentangan dengan kenyataan.
Sila keempat adalah
Demokrasi. Demokrasi bukanlah monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat.
Lebih tegas, demokrasi tampaknya merupakan keadilan asli dari manusia, meskipun
diubah untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus.
Selama beribu-ribu
tahun dari peradaban Indonesia, kami telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi
Indonesia. Kami percaya bahwa bentuk-bentuk ini mempunyai pertalian dan arti
internasional. Ini adalah soal saya bicarakan kemudian.
Akhirnya, Sila yang
penghabisan dan yang terutama ialah Keadilan Sosial. Pada Keadilan Sosial ini
kami rangkaikan kemakmuran sosial, karena kami menganggap kedua hal ini tidak
dapat dipisah-pisahkan. Benar, hanya suatu masyarakat yang makmur dapat
merupakan masyarakat yang adil, meskipun kemakmuran itu sendiri bisa bersemayam
dalam ketidak-adilan sosial.
Demikianlah Panca
Sila kami. Ketuhanan Yang Maha Esa, Nasionalisme, Internasionalisme, Demokrasi
dan Keadilan Sosial.
Tidaklah termasuk
tugas saya hari ini untuk menguraikan bagaimana kami berusaha, dalam kehidupan
dan urusan nasional kami, menggunakan dan melaksanakan Panca Sila. Jika saya
menguraikan hal ini, maka ini akan mengganggu keramah-tamahan badan
internasional ini.
Akan tetapi saya
sungguh-sungguh percaya bahwa Panca Sila mengandung lebih banyak daripada arti
nasional saja. Panca Sila mempunyai arti universal dan dapat digunakan secara
internasional.
Tidak sorangpun akan
membantah unsur kebenaran dalam pandangan yang dikemukakan oleh Bertrand
Russell itu. Sebagian besar dari dunia telah terbagi menjadi golongan yang
menerima gagasan dan prinsip-prinsip Declaration of American Independence dan
golongan yang menerima gagasan dan prinsip-prinsip Manifesto Komunis. Mereka
yang menerima gagasan yang satu menolak gagasan yang lain, dan terdapatlah
bentrokan atas dasar ideologis maupun praktis.
Kita semuanya
terancam oleh bentrokan ini dan kita merasa khawatir karena bentrokan ini.
Apakah tidak ada sesuatu tindakan yang dapat diambil terhadap ancaman ini?
Apakah hal ini harus berlangsung terus dari generasi ke generasi, dengan
kemungkinan pada akhirnya akan meletus menjadi lautan api yang akan menelan
kita semuanya? Apakah tidak ada suatu jalan keluar?
Jalan keluar harus
ada. Jika tidak ada, maka semua musyawarah kita, semua harapan kita, semua
perjuangan kita akan sia-sia belaka.
Kami bangsa
Indonesia tidak bersedia bertopang dagu, sedangkan dunia menuju kejurang
keruntuhannya. Kami tidak bersedia bahwa fajar cerah dari kemerdekaan kami
diliputi oleh awan radio-aktif. Tidak satupun diantara bangsa-bangsa Asia atau
Afrika akan bersedia menerima hal ini. Kami memikul pertanggungan jawab
terhadap dunia, dan kami siap menerima serta memenuhi pertanggungan jawab itu.
Jika itu berarti turut-campur dalam apa yang tadinya merupakan urusanurusan
Negara-Negara Besar yang dijauhkan dari kami, maka kami akan bersedia melakukannya.
Tidak ada bangsa Asia dan Afrika manapun juga yang akan menyingkiri tugas itu.
Bukankah jelas,
bahwa bentrokan itu timbul terutama karena ketidak-samaan? Di dalam suatu
bangsa, adanya yang kaya dan miskin, dan dihisap dan yang menghisap, menimbulkan
bentrokan. Hilangkan penghisapan, dan bentrokan itu akan lenyap, karena sebab
yang menimbulkan bentrokan itu telah tidak ada,
Diantara
bangsa-bangsa, jika ada yang kaya dan yang miskin, yang menghisap dan dihisap,
akan pula ada bentrokan. Hilangkan sebab yang menimbulkan bentrokan, dan
bentrokan itu akan lenyap. Hal ini berlaku, baik internasional maupun didalam
suatu bangsa. Dilenyapkannya imperialisme dan kolonialisme meniadakan
penghisapan demikian daripada bangsa oleh bangsa.
Saya percaya, bahwa
ada jalan keluar daripada konfrontasi ideologi-ideologi ini. Saya percaya bahwa
jalan keluar itu terletak pada dipakainya Panca Sila secara universil !
Siapakah diantara
Tuan-Tuan menolak Panca Sila? Apakah wakil-wakil yang terhormat dari Bangsa
Amerika yang besar menolaknya? Apakah wakil-wakil yang terhormat dari bangsa
Rusia yang besar menolaknya? Ataukan wakil-wakil yang terhormat dari Inggris
atau Polandia, atau Perancis atau Cekoslowakia? Ataukah memang ada diantara
mereka yang agaknya telah mengambil posisi yang statis dalam Perang Dingin
antara gagasan-gagasan dan praktek-paktek, dan yang berusaha tetap berakar
sedalam-dalamnya sedangkan dunia menghadapi kekacauan-kekacauan?
Lihatlah, lihatlah
delegasi yang mendukung saya ! Delegasi itu bukan terdiri dari pegawai-pegawai
negeri atau politikus-politikus profesional. Delegasi ini mewakili bangsa
Indonesia. Dalam delegasi ini ada prajurit-prajurit. Mereka menerima Panca
Sila, ada seorang ulama islam yang besar, yang merupakan soko guru bagi agamanya.
Ia menerima Panca Sila. Selanjutnya da pemimpin Partai Komunis Indonesia yang
kuat. Ia menerima Panca Sila. Seterusnya ada wakil-wakil dari Golongan-golongan
Katolik dan Protestan, dari Partai Nasionalis dan organisasi-organisasi buruh
dan tani, ada pula wanita-wanita, kaum cendekiawan dan pejabat-pejabat
pemerintahan. Semuanya ya menerima Panca Sila.
Mereka bukannya
menerima Panca Sila semata-mata sebagai konsepsi ideologi belaka, melainkan
sebagai suatu pedoman yang praktis sekali untuk bertindak. Mereka diantara
bangsa saya yang berusaha menjadi pepmimpin tetapi menolak Panca Sila, ditolak
pula oleh bangsa Indonesia.
Bagaimanakah
penggunaan secara internasional daripada Panca Sila? Bagaimana Panca Sila itu
dapat dipraktekan? Marilah kita tinjau kelima pokok itu satu demi satu.
Pertama : Ketuhanan
Yang Maha Esa. Tidak seorangpun yang menerima Declaration Of American
Independence sebagai pedoman untuk hidup dan bertindak, akan menyangkalnya.
Begitu pula tidak ada seorang pengikutpun dari Manifesto Komunis, dalam forum
internasional ini akan menyangkal hak dan untuk percaya kepada Yang Maha Kuasa.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini, saya persilahkan Tuan-tuan yang
terhormat bertanya kepada tuan Aidit, ketua Partai Komunis Indonesia, yang
duduk dalam Delegasi saya yang menerima sepenuhnya baik Manifesto Komunis mapun
Panca Sila.
Kedua :
Nasionalisme. Kita semua adalah wakil-wakil bangsa-bangsa. Bagaimana kita akan
dapat menolak nasionalisme? Jika kita menolak nasionalisme, maka kita harus
menolak kebangsaan kita sendiri dan menolak pengorbanan-pengorbanan yang telah
diberikan oleh generasi-generasi. Akan tetapi saya peringatkan Tuan-tuan : jika
Tuan-tuan menerima prinsip nasionalisme, maka Tuan-tuan harus menolak
imperialisme. Tetapi pada peringatan itu saya ingin menambahkan peringatan lagi
: Jika Tuan-tuan menolak imperialisme, maka secara otomatis dan dengan segera
Tuan-tuan lenyapkan dari dunia yang dalam kesukaran ini sebab terbesar yang
menimbulkan ketegangan dan bentrokan.
Ketiga :
Internasionalisme. Apakah perlu untuk berbicara dengan panjang lebar mengenai
internasionalisme dalam badan in ternasional ini? Tentu tidak ! Jika
bangsa-bangsa kita tidak "Internationally minded", maka bangsa-bangsa
itu tidak akan menjadi anggauta organisasi ini. Akan tetapi, internasionalisme
yang sejati tidak selalu terdapat disini. Saya menyesal harus mengatakan
demikian, akan tetapi hal ini adalah suatu kenyataan. Terlalu sering
perserikatan bangsa-bangsa dipergunakan sebagai forum untuk tujuan-tujuan
nasional yang sempit atau tujuan-tujuan golongan saja. Terlalu sering pula
tujuan-tujuan yang agung dan cita-cita yang luhur dari piagam kita dikaburkan
oleh usaha untuk mencari keuntungan nasional atau prestige nasional.
Internasionalisme yang sejati harus didasarkan atas persamaan kehormatan,
persamaan penghargaan dan atas dasar penggunaan secara praktis dari pada
kebenaran, bahwa semua orang adalah saudara. Untuk mengutip piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa - dokumen yang sering kali dilupakan orang itu -
internasionalisme itu harus "meneguhkan kembali keyakinan ……berdasarkan
hak-hak-yang sama bagi …… bangsa-bangsa, baik besar maupun kecil".
Akhirnya, dan sekali
lagi, internasionalisme akan berarti berakhirnya imperialisme dan kolonialisme,
sehingga dengan demikian berakhirnya banyak bahaya dan ketegangan.
Keempat : Demokrasi.
Bagi kami bangsa Indonesia, demokrasi mengandung tiga unsur yang pkok.
Demokrasi mengandung pertama-tama prinsip yang kami sebut Mufakat yakni :
kebulatan pendapat. Kedua, demokrasi mengandung prinsip Perwakilan.
Akhirnya demokrasi
mengandung, bagi kami, prinsip musyawarah. Ya, demokrasi Indonesia mengandung
ketiga prinsip itu, yakni : mufakat, perwakilan dan musyawarah antara
wakil-wakil.
Perhatikanlah.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini adalah organisasi dari bangsa-bangsa
yang sederajat, organisasi dari negara-negara yang merupakan kedaulatn yang
sederajat, kemerdekaan yang sederajat dan rasa bangga yang sederajat tentang
kedaulatan serta kemerdekaan. Satu-satunya cara bagi organisasi ini untuk dapat
menjalankan fungsinya secara memuaskan, ialah dengan jalan mufakat yang
diperoleh dalam musyawarah. Musyawarah harus dilakukan sedemikian rupa,
sehingga, tidak ada saingan antara pendapat-pendapat yang bertentangan, tïdak
ada resolusi-resolusi dan resolusi-resolusi balasan, tidak ada
pemihakan-pemihakan, melainkan hanya usaha yang teguh untuk mencari dasar umum
dalarn memecahkan sesuatu masalah. Dari musyawarah semacam ini timbullah
permufakatan, suatu kebulatan pendapat, yang lebih kuat dari pada suatu
resolusi yang dipaksakan melalui jumlah suara mayoritet, suatu resolusi yang
mungkin tidak diterima, atau yang mungkin tidak disukai oleh minoritet.
Apakah saya
berbicara idealistis? Apakah saya memimpikan dunia yang ideal dan romantis?
Tidak ! Kedua kaki
saya dengan teguh berpijak ditanah ! Betul saya menengadah kelangit untuk
mendapatkan inspirasi akan tetapi pikiran saya tidak berada diawang-awang. Saya
tegaskan bahwa cara-cara musyawarah demikian ini dapat dïlaksanakan. Cara-cara
itu bagi kami dapat dijalankan. Cara-cara itu dapat dijalankan dalam D.P.R.
kami, cara-cara itu dapat dijalankan dalam D.P.A. kami, cara-cara itu dapat
dijalankan dalam Kabinet kami.
Cara musyawarah ini
dapat dijalankan, karena wakil-wakil bangsa kami berkeinginan agar cara-cara
itu dapat berjalan. Kaum Komunis menginginkannya, kaum nasionalïs
menginginkannya, golongan Islam menginginkannya, dan golongan Kristen
menginginkannya. Tentara menginginkannya, baik warga kota maupun rakyat di desa-desa
yang terpencil menginginkannya, kaum cendekiawan menginginkannya dan orang yang
berusaha dengan sekuat tenaga memberantas buta huruf menginginkannya. Semua
menginginkannya, karena semuanya menginginkannya tercapainya tujuan jelas dari
Panca Sila, dan tujuan yang jelas itu ialah masyarakat adil dan makmur.
Tuan-tuan boleh
berkata: "Ya, kita akan menerima kata-kata Presiden Soekaro dan kita akan
menerima bukti-bukti yang kita lihat dalam susunan delegasinya di Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada hari ini, akan tetapi kita adalah kaum realis dalam dunia
yang kejam. Cara satu-satunya untuk menyelenggarakan pertemuan internasional
ialah cara yang dipergunakan dalam menyelenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa,
yaitu dengan resolusi-resolusi, amandemen-amandemen, suara-suara mayoritet dan
minoritet".
Perkenankanlah saya
menegaskan sesuatu. Kami tahu dari pengalaman yang sama pahitnya, sama
praktisnya dan sama realistisnya, bahwa cara-cara musyawarah kami dapat pula
diselenggarakan dibidang intrnmasional. Dibidang itu cara-cara itu berjalan
sama baiknya seperti dibidang nasional.
Seperti Tuan-tuan
ketahui, belum begitu lama berselang, wakil-wakil dari dua puluh sembilan
bangsa-bangsa dari Asia dan Afrika berkumpul di Bandung. Pemimpin-pemimpin
bangsa-bangsa itu bukan pemimpin pengelamun yang tidak praktis. Jauh dari itu!
Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang keras dan realistïs dari rakyat dan
bangsa-bangsa, sebagian besar diantara mereka lulus dari perjuangan kemerdekaan
nasional, semuanya mengetahui benar akan realitet-realitet dari pada kehidupan
serta kepemimpinan baik politik maupun internasional.
Mereka mempunyai
pandangan politik yang berbeda-beda, dari ekstrim kanan sampai ekstrim kiri.
Banyak orang
dinegara-negara barat tidak dapat percaya bahwa konperensi semacam itu dapat
menghasilkan sesuatu yang berguna. Banyak orang bahkan berpendapat bahwa
konperensi itu akan bubar dalam keadaan kacau dan saling tuduh-menuduh,
terpecah-belah di atas karang perbedaan faham politik.
Konperensi
Asia-Afrika diselenggarakan dengan cara-cara musyawarah.
Dalam konperensi itu
tidak terdapat mayoritet dan minoritet. Tidak pula diadakan pemungutan suara.
Dalam konperensi itu hanya terdapat musyawarah dan keinginan umum untuk
mencapai persetujuan. Konperensi itu menghasilkan komunike yang dibuat dengan
suara bulat, komunike yang merupakan salah suatu yang terpenting dalam windu
ini atau mungkin salah satu dokumen yang terpenting dalam sejarah.
Apakah Tuan-tuan
masih sangsi terhadap faedah dan efisiensi daripada cara musyawarah semacam
itu?
Saya yakin bahwa
pemakaian dengan tulus ikhlas dari cara-cara musyawarah demikian ini, akan
mempermudah pekerjaan organisasi internasional ini. Ya, berangkali cara ini
akan memungkinkan pekerjaan yang sebenarnya dari organisasi ini.
Cara musyawarah ini
akan menunjukkan jalan untuk menyelesaikan banyak masalah-masalah yang makin
bertumpuk-tumpuk bertahun-tahun. Cara musyawarah ini akan memungkinkan
terselesaikannya masalah-masalah yang tampaknya tidak terpecahkan.
Dan saya minta dengan
hormat, hendaknya Tuan-tuan ingat bahwa sejarah memperlakukan mereka yang gagal
tanpa mengenal ampun.
Siapakah yang
sekarang ini ingat kepada mereka yang membanting-tulang dalam Liga
Bangsa-Bangsa? Kita hanya ingat kepada mereka yang telah menghancurkan suatu
organisasi negara-negara dari sebagian dunia saja. Kita tidak bersedia
bertopang dagu dan melihat organisasi ini, organisasi kita sendiri, dihancurkan
karena tidak flexible, atau karena lambat menyambut keadaan dunia yang berobah.
Apakah tidak patut
dicoba? Jika Tuan-tuan berpendapat tidak, maka Tuan-tuan harus bersedia untuk
mempertanggung jawabkan keputusan Tuan-tuan dihadapan mahkamah sejarah.
Akhirnya, di dalam
Panca Sila terkandung Keadilan Sosial. Untuk dapat dilaksanakan di bidang
internasional, mungkin hal ini akan menjadi keadilan sosial internasional.
Sekali lagi, menerima prinsip ini akan berarti menolak kolonialisme dan
imperialisme.
Selanjutnya,
diterimanya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa keadilan sosial sebagai suatu tujuan,
akan berarti diterimanya pertanggungan jawab dan kewajiban-kewajiban tertentu.
Ini akan berarti
usaha yang tegas dan berpadu untuk mengakhiri banyak dari kejahatan-kejahatan
sosial, yang menyusahkan dunia kita. Ini akan berarti bahwa bantuan kepada negara-negara
yang belum maju dan bangsa-bangsa yang kurang beruntung akan disingkirkan dari
suasana Perang Dingin. Ini akan berarti pula pengakuan yang praktis bahwa semua
orang adalah saudara dan bahwa sernua orang mempunyai tanggung-jawab terhadap
saudaranya.
Apakah ini bukan
tujuan yang mulia! Apakah ada yang berani menyangkal kemuliaan dan keadilan
daripada tujuan ini? Jika ada yang berani menyangkalnya, maka suruhlah ia
menghadapi kenyataan! Suruh ia menghadapi si-lapar, suruh ia menghadapi sibuta
huruf, suruh ia mengahapi si-sakit dan suruhlah ia kemudian membenarkan
sangkalannya!
Perkenankanlan saya
sekali lagi mengulangi lima sila itu. Ketuhanan Yang Maha Esa; Nasionalisme;
Internasionalisme; Demokrasi; Keadilan Sosial.
Marilah kita
selidiki apakah hal-hal itu sebenarnya merupakan suatu sintese yang dapat
diterima oleh kita semua. Marilah kita bertanya pada diri sendiri, apakah
penerimaan prinsip-prinsip itu akan memberikan suatu pemecahan
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh organisasi ini.
Benar, Perserikatan
Bangsa-Bangsa tidak hanya terdiri dari pada piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
saja. Meskipun demikian, dokumen yang bersejarah itu tetap merupakan bintang
pembimbing dan ilham organisasi ini.
Dalam banyak hal
piagam mencerrninkan konstelasi politik dan kekuatan dari pada saat
dilahirkannya. Dalam banyak hal piagam itu tidak mencerminkan
kenyataan?kenyataan masa sekarang.
Oleh karena itu
rnarilah kita pertimbangkan apakah lima sila yang telah saya kemukakan, dapat
memperkuat dan memperbaiki piagam kita.
Saya yakin, ya, saya
yakin seyakin-yakinnya bahwa diterimanya kelima prinsip itu dan dicantumkannya
dalam piagam, akan sangat memperkuat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saja yakin,
bahwa Panca Sila akan menempatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejajar dengan
perkembangan terakhir dari dunia. Saya yakin bahwa Panca Sila akan memungkinkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghadapi hari kemudian dengan kesegaran dan
kepercayaan. Akhirnya, saya yakin bahwa diterimanya Panca Sila sebagai dasar
piagam, akan menyebabkan piagam ini dapat diterima lebih ikhlas oleh semua
anggauta, baik yang lama maupun yang baru.
Saya akan ajukan
satu soal lagi dalam hubungan ini. Adalah suatu kehormatan besar bagi suatu
negara bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa berkedudukan di dalam wilayahnya. Kita
semua benar-benar bersyukur bahwa Amerika Serikat telah memberi tempat yang
tetap bagi Orgasisasi kita. Tetapi, mungkin dapat dipersoalkan apakah itu
memang tepat.
Dengan segala
hormat, saya kemukakan bahwa ia mungkin tidak tepat. Bahwasanya kedudukan
Perserikatan Bangsa-Bangsa berada dalam wilayah salah satu negara yang
terkemuka dalam Perang Dingin, berarti Perang Dingin telah merembes bahkan
sampai kepekerjaan dan administrasi serta rumah-tangga Organisasi kita ini. Sedemikian
luasnya perembesan itu, sehingga hadirnya pemimpin sesuatu bangsa yang besar
dalam sidang Perserikatan Bangsa-
Bangsa ini saja
sudah menjadi persoalan Perang Dingin dan senjata Perang Dingin, serta alat
untuk mempertajam cara kehidupan yang berbahaya serta yang sia-sia itu.
Marilah kita tinjau
apakah tempat kedudukan Organisasi kita tidak perlu dipindahkan dari suasana
Perang Dingin. Marilah kita tinjau apakah Asia atau Afrika atau Jenewa akan
dapat memberi tempat yang permanen kepada kita, yang jauh dari Perang Dingin,
tidak terikat pada salah suatu blok dan dimana para Delegasi dapat bergerak
dengan leluasa dan bebas sekehendak mereka.
Dengan demikian,
mungkin akan diperoleh pengertian yang lebih luas tentang dunia dan
masalah-masalahnya.
Saya yakin, bahwa
suatu negara Asia atau Afrika, mengingat akan keyakinan dan kepercayaannya,
dengan senang akan mengunjukkan kemurahan hatinya kepada Perserikatan
Bangsa-Bangsa, mungkin dengan menyediakan suatu daerah yang cukup luas, dimana
Organisasi itu sendiri akan berdaulat dan dimana perundirgan-perundingan yang
penting bagi pekerjaan vital itu dapat dilaksanakan secara aman dan dalam
suasana persaudaraan.
Perserikatan
Bangsa-Bangsa tidak lagi merupakan badan seperti yang menandatangani Piagam
lima belas tahun yang lalu. Dunia inipun tidak sama dengan yang dahulu. Mereka
yang dengan kebijaksanaan berjerih-payah untuk menghasilkan Piagam Organisasi
ini, tidak dapat menyangka akan terjelmanya bentuk yang sekarang ini. Diantara
orang-orang yang bijaksana dan jauh pandangannya itu, hanya beberapa yang
sadar, bahwa akhir imperialisme sudah tampak dan bahwa bila Organisasi ini
harus hidup terus, maka ia mesti memberi kemungkinan kepada bangsa-bangsa yang
lahir kembali untuk masuk beramai-ramai, berduyun-duyun dan bersemangat.
Tujuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa seharusnya ialah memecahkan masalah-masalah. Untuk menggunakannya
sebagai forum perdebatan belaka, atau sebagai saluran propaganda, atau sebagai
sambungan dari politik dalam negeri, berarti memutar-balikkan cita-cita mulia
yang seharusnya meresap di dalam badan ini.
Pergolakan-pergolakan
kolonial, perkembangan yang cepat dari daerah-daerah yang belum maju di
lapangan teknis, dan masalah perlucutan senjata, semuanya merupakan
masalah-masalah yang tepat dan mendesak untuk kita pertimbangkan dan
musyawarahkan. Akan tetapi, telah menjadi jelas, bahwa masalah-masalah yang
vital ini tidak dapat dibicarakan secara memuaskan oleh Organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang sekarang ini. Sejarah badan ini menunjukkan kebenaran yang
menyedihkan dan yang jelas daripada apa yang telah saya katakan.
Sungguh tidak
mengherankan bahwa demikianlah jadinya. Kenyataannya ialah bahwa Organisasi
kita mencerminkan dunia tahun Sembilanbelas Empatpuluh Lima, dan bukan dunia
zaman sekarang. Demikianlah halnya dengan semua badan-badannya - kecuali
satu-satunya Majelis yang agung ini - dan dengan semua Lembaga-lembaganya.
Organisasi dan
keanggautaan Dewan Keamanan - badan yang terpenting itu - mencerminkan peta
ekonomi, militer dan kekuatan daripada dunia tahun Sembilanbelas Empatpuluh
Lima, ketika Organisasi ini dilahirkan dari inspirasi dan angan-angan yang
besar. Demikian pula halnya dengan sebagian besar daripada Lembaga-lembaga
lainya. Mereka itu tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara Sosialis ataupun
berkembangnya dengan cepat kemerdekaan Asia dan Afrika.
Untuk memodernisir
dan membuat efisien Organisasi kita, barangkali juga Sekretariat di bawah
pimpinan Sekretaris Jenderalnya, mungkin membutuhkan peninjauan kembali. Dengan
mengatakan demikian, saya tidak - sama sekali tidak - mengeritik atau mencela
dengan cara apapun Sekretaris Jenderal yang sekarang, yang senantiasa berusaha,
dalam keadaan-keadaan yang tak dapat diterima lagi, melakukan tugasnya dengan
baik, yang kadang-kadang tampaknya tidak mungkin dilaksanakan.
Jadi, bagaimanakah
mereka bisa efisien? Bagaimanakah anggauta-anggauta kedua golongan dalam dunia
ini - yakni golongan-golongan yang merupakan suatu kenyataan dan yang harus
diterima - bagaimanakah anggauta-anggauta kedua golongan itu bisa merasa tenang
di dalam Organisasi ini dan mempunyai kepercayaan penuh yang diperlukan
terhadapnya.
Sejak perang kita
telah menyaksikan tiga gejala-gejala besar yang permanen.
Pertama ialah
bangkitnya negara-negara sosialis. Hal ini tidak disangka dalam tahun
Sembilanbelas Empatpuluh Lima. Kedua ialah gelombang besar daripada pembebasan
nasional dan emansipasi ekonomi yang melanda Asia dan Afrika serta
Saudara-saudara kita di Amerika Latin. Saya kira bahwa hanya kita, yang
langsung terlibat di dalamnya, dapat menduganya. Ketiga ialah kemajuan ilmiah
besar, yang semua bergerak dilapangan persenjataan dan peperangan, akan tetapi
yang dewasa ini berpindah kelapangan rintangan dan perbatasan ruang angkasa.
Siapakah yang dapat meramalkannya ketika itu?
Benar, Piagam kita
dapat dirubah. Saya menyadari, bahwa ada prosedure untuk melakukan hal ini dan
akan tiba waktunya ini dapat dilakukan. Akan tetapi persoalan ini mendesak. Hal
ini mungkin merupakan persoalan mati atau hidup bagi Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Janganlah sampai pandangan legalistik yang picik dapat
menghalangi dikerjakannya usaha itu dengan segera.
Adalah sama
pentingnya bahwa pembagian kursi dalam Dewan Keamanan dan badan-badan serta
lembaga-lembaga lainnya harus dirobah. Dalam hal ini saya tidak berpikir dalam
istilah blok-blokan, tetapi saya memikirkan betapa sangat perlunya Piagam dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dari badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
Sekretariat Perserikauan Bangsa-Bangsa, semuanya itu mencerminkan keadaan yang
sebenarnya dari dunia kita sekarang ini.
Kami dan Indonesia
memandang organisasi ini dengan harapan yang besar, tetapi juga dengan
kekhawatiran yang besar. Kami memandangnya dengan harapan besar, karena pernah
berfaedah bagi kami dalam perjuangan untuk kehidupan nasional kami. Kami
memandanginya dengan harapan besar, karena kami percaya bahwa hanya organisasi
semacam inilah dapat memberikan rangka bagi dunia yang sehat dan aman
sebagaimana kami rindukan.
Kami memandanginya
dengan kekhawatiran besar, karena kami telah mengajukan suatu masalah nasional
yang besar, masalah Irian Barat, kehadapan Majelis ini, dan tiada suatu
penyelesaian dapat dicapai. Kami memandanginya dengan kekhawatiran, karena
Negara-Negara Besar di dunia telah memasukkan permainan Perang Dingin mereka
yang berbahaya itu ke dalam ruangan-ruangannya.
Kami memandanginya,
dengan kekhawatiran, kalau-kalau Majelis ini akan menemui kegagalan dan akan
mengikuti jejak organisasi yang digantikannya, dan dengan demikian melenyapnya
dari pandangan mata ummat manusia suatu gambaran daripada suatu masa depan yang
aman dan bersatu.
Marilah kita hadapi
kenyataan bahwa Qrganisasi ini, dengan cara-cara yang dipergunakannya sekarang
in dan dalam bentuknya sekarang, adalah suatu hasil sistem Negara Barat.
Maafkan saya, tetapi saya tidak dapat menjunjung tinggi sistim itu. Bahkan saya
tidak dapat memandanginya dengan rasa kasih, meskipun saya sangat
menghargainya.
Imperialisme dan
kolonialisme adalah buah dari sistem negara Barat itu, dan seperasaan dengan
mayoriteit yang luas dari pada Organisasi ini, saya benci pada imperialisme,
saya jijik pada kolonialisme, dan saya khawatir akan akibat-akibat perjuangan
hidupnya yang terakhir yang dilakukan dengan sengitnya. Dua kali didalam masa
hidup saya sendiri sistim Negara Barat itu telah merobek-robek dirinya sendiri
dan pernah hampir saja menghancurkan dunia dalam suatu bentrokan yang sengit.
Herankah Tuan-tuan,
bahwa banyak diantara kami memandang Organisasi yang juga merupakan hasil
sistim Negara Barat itu dengan penuh pertanyaan? Janganlah Tuan-tuan salah
mengerti. Kami menghormati dan mengagumi sistim telah di-ilhami oleh kata-kata
Lincoln dan Lenin, oleh perbuatan-perbuatan Washington dan oleh
perbuatan-perbuatan Garibaldi. Bahkan, mungkin, kami melihat dengan irihati
kepada beberapa diantara hasil-hasil fisik yang dicapai oleh Barat. Tetapi kami
bertekad bahwa bangsa-bangsa kami, dan dunia sebagai keseluruhan, tidak akan
menjadi permainan dari satu bagian kecil dari dunia.
Kami tidak berusaha
mempertahankan dunia yang kami kenal, kami berusaha membangun suatu dunia yang
baru, yang lebih baik !
Kami berusaha
membangun suatu dunia yang sehat dan aman. Kami berusaha membangun suatu dunia,
dimana setiap orang dapat hidup dalam suasana damai. Kami berusaha membangun
suatu dunia, dimana terdapat keadilan dan kemakmuran untuk semua orang. Kami berusaha
membangun suatu dunia, dimana kemanusiaan dapat mencapai kejayaannya yang
penuh.
Telah dikatakan
bahwa kita hidup di tengah-tengah suatu Revolusi Harapan Yang Meningkat. Ini
tidak benar ! Kita hidup di tengah-tengah Revolusi Tuntutan Yang Meningkat.
Mereka yang dahulunya tanpa kemerdekaan, kini menuntut kemerdekaan. Mereka yang
dahulunya tanpa suara, kini menuntut, agar suaranya di dengar.
Mereka yang
dahulunya kelaparan, kini menuntut beras, banyak-banyak dan setiap hari. Mereka
yang dahulunya buta huruf, kini menuntut pendidikan.
Seluruh dunia ini
merupakan suatu sumber-sumber tenaga Revolusi yang besar, suatu gudang mesiu
revolusioner yang besar.
Tidak kurang dari
tiga-perempat ummat manusia terlibat di dalam Revolusi Tuntutan Yang Meningkat,
dan inï adalah Revolusi Maha hebat sejak manusia untuk pertama kalinya berjalan
dengan tegak disuatu dunia yang murni dan menyenangkan.
Berhasil atau
gagalnya Organisasi ini akan dinilai dari hubungannya dengan Revolusi Tuntutan
Yang Meningkat itu. Generasi-generasi yang akan datang akan memuji atau
mengutuk kita atas jawaban kita terhadap tantangan ini.
Kita tidak berani
gagal. Kita tidak berani membelakangi sejarah. Jika kita berani, kita sungguh
tidak akan tertolong lagi. Bangsa saya bertekad tidak akan gagal. Saya tidak
berbicara kepada Tuan-tuan karena lemah, saya berbicara karena kuat. Saya
sampaikan kepada Tuan-tuan dalam dari sembilan puluhdua juta rakyat dan saya
sampaikan kepada Tuan-tuan tuntutan bangsa itu. Kita mempunyai kesempatan untuk
bersama-sama membangun suatu dunia yang lebih baik, suatu dunia yang lebih
aman. Kesempatan ini mungkin tidak akan ada lagi. Maka peganglah, genggamlah
kuat-kuat, dan pergunakanlah kesempatan itu.
Tidak seorangpun
yang mempunyai kemauan baik dan kepribadian, akan menolak harapan-harapan dan
keyakinan-keyakinan yang telah saya kemukakan atas nama bangsa saya, dan
sesungguhnya atas
nama seluruh ummat manusia. Maka marilah kita berusaha, sekarang juga dengan
tidak menunda lagi, mewujudkan harapan-harapan itu menjadi kenyataan.
Sebagai suatu
langkah yang praktis kearah ini, maka merupakan kehormatan dan tugas bagi saya
untuk menyampaikan suatu Rancangan Resolusi kepada Majelis Umum ini.
Atas nama
Delegasi-Delegasi Ghana, India, Republik Persatuan Arab, Yugoslavia dan
Indonesia, saya sampaikan dengan ini resolusi sebagai berikut :
"MAJELIS UMUM,
"MERASA SANGAT
CEMAS berkenaan dengan memburuknya hubungan-hubungan internasional akhir-akhir
ini, yang mengancam dunia dengan konsekwensi-konsekwensi berat;
"MENYADARI
harapan besar dari dunia ini bahwa Majelis ini akan membantu dalam menolong
mempersiapkan jalan kearah keredaan ketegangan dunia;
"MENYADARI
tanggung jawab yang berat dan mendesak yang terletak di atas bahu Perserikatan
Bangsa-Bangsa, untuk mengambil inisiatif dalam usaha-usaha yang dapat membantu;
"Minta sebagai
langkah pertama yang mendesak, agar Presiden Amerika Seríkat dan Ketua Dewan
Menteri Republik-Republik Sovyet Sosialis memulai kembali kontak-kontak mereka
yang telah terputus baru-baru ini, sehingga kesediaan yang telah mereka
nyatakan untuk mencari dengan perundingan-perundingan pemecahan masalah-masalah
yang terkatung-katung dapat dilaksanakan secara progresif".
Tuan Ketua,
perkenankanlah saya memohon, atas nama Delegasi-Delegasi kelima negara tersebut
di atas, supaya resolusi ini mendapat pertimbangan Tuan yang segera. Sepucuk
surat dengan maksud itu, ditandatangani oleh para Ketua Delegasi-Delegasi dari
Ghana, India, Republik Persatuan Arab, Yugoslavia dan Indonesia, telah disampaikan
kepada Sekretariat.
Saya sampaikan
Rancangan Resolusi ini atas nama kelima Delegasi itu dan atas nama jutaan
rakyat yang hidup di negara-negara itu.
Menerima Resolusi
ini merupakan suatu langkah yang mungkin dan langsung dapat diselenggarakan. Maka
hendaknya Majelis Umum ini menerima Resolusi ini secepat-cepatnya. Marilah kita
mengambil langkah praktis itu kearah peredaan ketegangan dunia yang
membahayakan. Marilah kita menerima Resolusi ini dengan suara bulat, sehingga
segenap tekanan dari kepentingan dunia dapat dirasakan. Marilah kita mengambil
langkah pertama ini, dan marilah kita bertekad untuk melanjutkan kegiatan dan
desakan kita sampai tercapainya dunia yang lebih baik dan lebih aman seperti
yang kita bayangkan.
Ingatlah apa yang
telah terjadi sebelumnya. Ingatlah akan perjuangan dan pengorbanan yang dialami
oleh kami, anggauta-anggauta baru dari Organisasi ini. Ingatlah bahwa usaha
keras kita telah disebabkan dan diperpanjang oleh penolakan dasar-dasar
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami bertekad agar hal ini tidak akan terjadi lagi.
Bangunlah dunia ini
kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! Bangunlah suatu dunia
dimana semua bangsa hidup dalam dunia damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia
yang sesuai dengan impian dan cita-cita ummat manusia. Putuskan sekarang
hubungan dengan masa lampau, karena fajar sedang menyingsing. Putuskan sekarang
hubungan dengan masa-lampau, sehingga kita bisa mempertanggung jawabkan diri
terhadap masa depan.
Saya memanjatkan
do'a hendaknya Yang Maha Kuasa memberi Rachmat dan Bimbingan kepada
permusyawaratan Majelis ini.
Terima kasih!